Suku Banjar
Dari Wikipedia bahasa Indonesia, ensiklopedia bebas
Suku Banjar Urang Banjar |
|||||||||||||||||||||
---|---|---|---|---|---|---|---|---|---|---|---|---|---|---|---|---|---|---|---|---|---|
![]() |
|||||||||||||||||||||
Dari kiri ke kanan: Pangeran Antasari · Muhammad Arsyad al-Banjari · Muhammad Zaini Abdul Ghani · Taufiq Effendi · Syamsul Mu'arif · Gusti Muhammad Hatta · Abdul Hafiz Anshari · Rudy Ariffin · Anang Ardiansyah · Ian Kasela. | |||||||||||||||||||||
Jumlah populasi | |||||||||||||||||||||
4,8 juta |
|||||||||||||||||||||
Kawasan dengan populasi yang signifikan | |||||||||||||||||||||
|
|||||||||||||||||||||
Bahasa | |||||||||||||||||||||
Banjar, Indonesia, dan Melayu | |||||||||||||||||||||
Agama | |||||||||||||||||||||
Islam[3] | |||||||||||||||||||||
Kelompok etnik terdekat | |||||||||||||||||||||
Melayu, Kutai, Jawa, Dayak (Bukit, Bakumpai, Ngaju, Maanyan, Lawangan) |
Sketsa seorang pembesar Kerajaan Banjar sekitar tahun 1850 (koleksi Museum Lambung Mangkurat).
Suku bangsa Banjar[4] (bahasa Banjar: Urang Banjar) atau Oloh Masih[5][6][7] adalah suku bangsa atau etnoreligius Muslim yang menempati sebagian besar wilayah Provinsi Kalimantan Selatan, dan sejak abad ke-17 mulai menempati sebagian Kalimantan Tengah dan sebagian Kalimantan Timur terutama kawasan dataran rendah dan bagian hilir dari Daerah Aliran Sungai (DAS) di wilayah tersebut.[8][9][10][11] Suku Banjar terkadang juga disebut Melayu Banjar, tetapi penamaan tersebut jarang digunakan.[12]
Suku bangsa Banjar berasal dari daerah Banjar yang merupakan pembauran masyarakat DAS Bahau (koreksi: DAS Bahan/DAS Negara), Das Barito, DAS Martapura dan DAS Tabanio.[13]
Sungai Barito bagian hilir merupakan pusatnya suku Banjar. Kemunculan
suku Banjar bukan hanya sebagai konsep etnis tetapi juga konsep politis,
sosiologis, dan agamis.
Sejak abad ke-19, suku Banjar mulai bermigrasi ke banyak tempat di Kepulauan Melayu dan mendirikan kantong-kantong pemukiman di sana.
Sejarah
Mitologi suku Dayak Meratus
(Dayak Bukit) menyatakan bahwa Suku Banjar (terutama Banjar Pahuluan)
dan Suku Bukit merupakan keturunan dari dua kakak beradik yaitu Si Ayuh
(Sandayuhan) yang menurunkan suku Bukit dan Bambang Basiwara yang
menurunkan suku Banjar. Dalam khasanah cerita prosa rakyat berbahasa
Dayak Meratus ditemukan legenda yang sifatnya mengakui atau bahkan
melegalkan keserumpunan genetika (saling berkerabat secara geneologis)
antara orang Banjar dengan orang Dayak Meratus. Dalam cerita prosa
rakyat berbahasa Dayak Meratus dimaksud terungkap bahwa nenek moyang
orang Banjar yang bernama Bambang Basiwara adalah adik dari nenek moyang
orang Dayak Meratus yang bernama Sandayuhan. Bambang Basiwara
digambarkan sebagai adik yang berfisik lemah tapi berotak cerdas.
Sedangkan Sandayuhan digambarkan sebagai kakak yang berfisik kuat dan
jago berkelahi. Sesuai dengan statusnya sebagai nenek-moyang atau
cikal-bakal orang Dayak Maratus, maka nama Sandayuhan sangat populer di
kalangan orang Dayak Meratus. Banyak sekali tempat-tempat di seantero pegunungan Meratus
yang sejarah keberadaannya diceritakan berasal-usul dari aksi heroik
Sandayuhan. Salah satu di antaranya adalah tebing batu berkepala tujuh,
yang konon adalah penjelmaan dari Samali’ing, setan berkepala tujuh yang
berhasil dikalahkannya dalam suatu kontak fisik yang sangat menentukan.[14] Orang Banjar merupakan keturunan Dayak yang telah memeluk Islam kemudian mengadopsi budaya Jawa, Melayu, Bugis dan Cina.[15]
Menurut Denys Lombard, pada jaman kuna sebagian besar penduduk
Kalimantan Selatan (terutama daerah Batang Banyu) merupakan keturunan
pendatang dari Jawa.[16] Pendapat lain menyatakan, suku Banjar jejak akarnya dari Sumatera lebih dari 1500 tahun yang lampau.[17] Djoko Pramono menyatakan bahwa suku Banjar berasal dari suku Orang Laut yang menetap di Kalimantan Selatan.[18]
Suku bangsa Banjar diduga berasal mula dari penduduk asal Sumatera atau daerah sekitarnya, yang membangun tanah air baru di kawasan Tanah Banjar
(sekarang wilayah provinsi Kalimantan Selatan) sekitar lebih dari
seribu tahun yang lalu. Setelah berlalu masa yang lama sekali
akhirnya,–setelah bercampur dengan penduduk yang lebih asli, yang biasa
dinamakan sebagai suku Dayak, dan dengan imigran-imigran yang berdatangan belakangan–terbentuklah setidak-tidaknya tiga subsuku, yaitu (Banjar) Pahuluan, (Banjar) Batang Banyu, dan Banjar (Kuala).
Banjar Pahuluan pada asasnya adalalah penduduk daerah lembah-lembah sungai (cabang sungai Negara) yang berhulu ke pegunungan Meratus. Banjar Batang Banyu mendiami lembah sungai Negara, sedangkan orang Banjar Kuala mendiami sekitar Banjarmasin dan Martapura. Bahasa yang mereka kembangkan dinamakan bahasa Banjar, yang pada asasnya adalah bahasa Melayu Sumatera atau sekitarnya, yang di dalamnya terdapat banyak kosa kata asal Dayak dan Jawa. Nama Banjar diperoleh karena mereka dahulu (sebelum kesultanan Banjar dihapuskan pada tahun 1860) adalah warga Kesultanan Banjarmasin atau disingkat Banjar, sesuai dengan nama ibukotanya pada mula berdirinya. Ketika ibukota dipindahkan ke arah pedalaman (terakhir di Martapura), nama tersebut nampaknya sudah baku atau tidak berubah lagi.[19]
Sejak abad ke-19, suku Banjar migrasi ke pantai timur Sumatera dan Malaysia, tetapi di Malaysia Barat, suku Banjar digolongkan ke dalam suku Melayu, hanya di Tawau (Sabah, Malaysia Timur) yang masih menyebut diriya suku Banjar. Di Singapura, suku Banjar sudah luluh ke dalam suku Melayu. Sensus tahun 1930, menunjukkan banyaknya suku Banjar di luar Kalsel, tetapi sensus tahun 2000 terlihat jumlahnya mengalami penurunan.[rujukan?]
Kesultanan Banjar sebelumnya meliputi wilayah provinsi Kalimantan Selatan dan Kalimantan Tengah seperti saat ini, kemudian pada abad ke-16 terpecah di sebelah barat menjadi kerajaan Kotawaringin yang dipimpin Pangeran Dipati Anta Kasuma bin Sultan Mustain Billah dan pada abad ke-17 di sebelah timur menjadi kerajaan Tanah Bumbu yang dipimpin Pangeran Dipati Tuha bin Sultan Saidullah yang berkembang menjadi beberapa daerah: Sabamban, Pegatan, Koensan, Poelau Laoet, Batoe Litjin, Cangtoeng, Bangkalaan, Sampanahan, Manoenggoel, dan Tjingal. Wilayah Kalimantan Tengah dan Kalimantan Timur merupakan tanah rantau primer, selanjutnya dengan budaya maadam, orang Banjar merantau hingga ke luar pulau misalnya ke Kepulauan Sulu bahkan menjadi salah satu dari lima etnis yang pembentuk Suku Suluk (percampuran orang Buranun/Dayak Buranun, orang Tagimaha, orang Baklaya, orang Dampuan/Champa dan orang Banjar).[rujukan?]
Hubungan antara Banjar dengan Kepulauan Sulu/Banjar Kulan terjalin
ketika seorang Puteri dari Raja Banjar menikah dengan penguasa suku
Buranun. Salah satu rombongan suku Suluk yang menghindari kolonial
Spanyol dan mengungsi ke Kesultanan Banjar adalah moyang dari Syekh
Muhammad Arsyad Al-Banjari.
Banjar Pahuluan
Sangat mungkin sekali pemeluk Islam sudah ada sebelumnya di sekitar keraton yang dibangun di Banjarmasin, tetapi pengislaman secara massal diduga terjadi setelah raja Pangeran Samudera yang kemudian dilantik menjadi Sultan Suriansyah, memeluk Islam diikuti warga kerabatnya, yaitu bubuhan raja-raja. Perilaku raja ini diikuti elit ibukota, masing-masing tentu menjumpai penduduk yang lebih asli, yaitu suku Dayak Bukit,
yang dahulu diperkirakan mendiami lembah-lembah sungai yang sama.
Dengan memperhatikan bahasa yang dikembangkannya, suku Dayak Bukit
adalah satu asal usul dengan cikal bakal suku Banjar, yaitu sama-sama
berasal dari Sumatera
atau sekitarnya, tetapi mereka lebih dahulu menetap. Kedua kelompok
masyarakat Melayu ini memang hidup bertetangga, tetapi setidak-tidaknya
pada masa permulaan, pada asasnya tidak berbaur. Jadi, meskipun kelompok
Suku Banjar (Pahuluan) membangun pemukiman di suatu tempat, yang
mungkin tidak terlalu jauh letaknya dari balai suku Dayak Bukit, namun masing-masing merupakan kelompok yang berdiri sendiri.
Untuk kepentingan keamanan,
atau karena memang ada ikatan kekerabatan, cikal bakal suku Banjar
membentuk komplek pemukiman tersendiri. Komplek pemukiman cikal bakal
suku Banjar (Pahuluan) yang pertama ini merupakan komplek pemukiman bubuhan,
yang pada mulanya terdiri dari seorang tokoh yang berwibawa sebagai
kepalanya, dan warga kerabatnya, dan mungkin ditambah dengan keluarga-keluarga lain yang bergabung dengannya. Model yang sama atau hampir sama juga terdapat pada masyarakat balai
di kalangan masyarakat Dayak Bukit, yang pada asasnya masih berlaku
sampai sekarang. Daerah lembah sungai-sungai yang berhulu di Pegunungan Meratus ini nampaknya wilayah
pemukiman pertama masyarakat Banjar, dan di daerah inilah konsentrasi
penduduk yang banyak sejak zaman kuno, dan daerah inilah yang dinamakan Pahuluan.
Apa yang dikemukakan di atas menggambarkan terbentuknya masyarakat
(Banjar) Pahuluan, yang tentu saja dengan kemungkinan adanya unsur Dayak
Bukit ikut membentuknya.[19]
Banjar Batang Banyu
Masyarakat (Banjar) Batang Banyu terbentuk diduga erat sekali berkaitan dengan terbentuknya pusat kekuasaan yang meliputi seluruh wilayah Banjar, yang barangkali terbentuk mula pertama di hulu sungai Negara atau cabangnya yaitu sungai Tabalong. Sebagai warga yang berdiam di ibukota tentu merupakan kebanggaan tersendiri, sehingga menjadi kelompok penduduk yang terpisah. Daerah tepi sungai Tabalong adalah merupakan tempat tinggal tradisional dari suku Dayak Maanyan (dan Lawangan), sehingga diduga banyak yang ikut serta membentuk subsuku Batang Banyu, di samping tentu saja orang-orang asal Pahuluan
yang pindah ke sana dan para pendatang yang datang dari luar. Bila di
Pahuluan umumnya orang hidup dari bertani (subsistens), maka banyak di
antara penduduk Batang Banyu yang bermata pencarian sebagai pedagang dan pengrajin.[19]
Banjar Kuala
Ketika pusat kerajaan dipindahkan ke Banjarmasin (terbentuknya Kesultanan Banjarmasin),
sebagian warga Batang Banyu (dibawa) pindah ke pusat kekuasaan yang
baru ini dan bersama-sama dengan penduduk sekitar keraton yang sudah ada
sebelumnya, membentuk subsuku Banjar. Di kawasan ini mereka berjumpa
dengan suku Dayak Ngaju, yang seperti halnya dengan masyarakat Dayak Bukit dan masyarakat Dayak Maanyan atau Lawangan, banyak di antara mereka yang akhirnya melebur ke dalam masyarakat Banjar, setelah mereka memeluk agama Islam. Mereka yang bertempat tinggal di sekitar ibukota kesultanan inilah sebenarnya yang dinamakan atau menamakan dirinya orang Banjar,
sedangkan masyarakat Pahuluan dan masyarakat Batang Banyu biasa
menyebut dirinya sebagai orang (asal dari) kota-kota kuno yang terkemuka
dahulu. Tetapi bila berada di luar Tanah Banjar, mereka itu tanpa kecuali mengaku sebagai orang Banjar.[19]
Berbeda dengan pendapat Alfani Daud, yang menyatakan bahwa inti suku Banjar adalah para pendatang Melayu dari Sumatera dan sekitarnya,[19] maka pendapat Idwar Saleh justru lebih menekankan bahwa penduduk asli
suku Dayak adalah inti suku Banjar yang kemudian bercampur membentuk
kesatuan politik sebagaimana Bangsa Indonesia dilengkapi dengan bahasa Indonesia-nya.
Demikian kita dapatkan keraton keempat adalah lanjutan dari kerajaan Daha dalam bentuk kerajaan Banjar Islam dan berpadunya suku Ngaju, Maanyan dan Bukit sebagai inti. Inilah penduduk Banjarmasih ketika tahun 1526 didirikan. Dalam amalgamasi (campuran) baru ini telah bercampur unsur Melayu, Jawa, Ngaju, Maanyan, Bukit dan suku kecil lainnya diikat oleh agama Islam, berbahasa Banjar dan adat istiadat Banjar oleh difusi kebudayaan yang ada dalam keraton.
Di sini kita dapatkan bukan suku Banjar, karena kesatuan etnik itu
tidak ada, yang ada adalah grup atau kelompok besar yaitu kelompok
Banjar Kuala, kelompok Banjar Batang Banyu dan Banjar Pahuluan.
Yang pertama tinggal di daerah Banjar Kuala sampai dengan daerah Martapura. Yang kedua tinggal di sepanjang sungai Tabalong dari muaranya di sungai Barito sampai dengan Kelua. Yang ketiga tinggal di kaki pegunungan Meratus dari Tanjung sampai Pelaihari. Kelompok Banjar Kuala berasal dari kesatuan-etnik Ngaju, kelompok Banjar Batang Banyu berasal dari kesatuan-etnik Maanyan,
kelompok Banjar Pahuluan berasal dari kesatuan etnik Bukit. Ketiga ini
adalah intinya. Mereka menganggap lebih beradab dan menjadi kriteria
dengan yang bukan Banjar, yaitu golongan Kaharingan, dengan ejekan orang Dusun, orang Biaju, Bukit dan sebagainya.[20]
Ketika Pangeran Samudera
mendirikan kerajaan Banjar, ia dibantu oleh orang Ngaju, dibantu
patih-patihnya seperti Patih Belandean, Patih Belitung, Patih Kuwi dan
sebagainya serta orang Bakumpai yang dikalahkan. Demikian pula penduduk Daha
yang dikalahkan sebagian besar orang Bukit dan Maanyan. Kelompok ini
diberi agama baru yaitu agama Islam, kemudian mengangkat sumpah setia
kepada raja, dan sebagai tanda setia memakai bahasa ibu
baru dan meninggalkan bahasa ibu lama. Jadi orang Banjar itu bukan
kesatuan etnis tetapi kesatuan politik, seperti bangsa Indonesia.[21]
Sosio-historis
Secara sosio-historis masyarakat Banjar adalah kelompok sosial
heterogen yang terkonfigurasi dari berbagai sukubangsa dan ras yang
selama ratusan tahun telah menjalin kehidupan bersama, sehingga kemudian
membentuk identitas etnis (suku) Banjar. Artinya, kelompok sosial
heterogen itu memang terbentuk melalui proses yang tidak sepenuhnya
alami (priomordial), tetapi juga dipengaruhi oleh faktor-faktor lain
yang cukup kompleks. [22]
Islam
telah menjadi ciri masyarakat Banjar sejak berabad-abad yang silam.
Islam juga telah menjadi identitas mereka, yang membedakannya dengan
kelompok-kelompok Dayak yang ada di sekitarnya, yang umumnya masih
menganut religi sukunya. Memeluk Islam merupakan kebanggaan tersendiri,
setidak-tidaknya dahulu, sehingga berpindah agama di kalangan masyarakat
Dayak dikatakan sebagai "babarasih" (membersihkan diri) di samping menjadi orang Banjar.[19]
Masyarakat Banjar bukanlah suatu yang hadir begitu saja, tapi ia
merupakan konstruksi historis secara sosial suatu kelompok manusia yang
menginginkan suatu komunitas tersendiri dari komunitas yang ada di
kepulauan Kalimantan. Etnik Banjar merupakan bentuk pertemuan berbagai
kelompok etnik yang memiliki asal usul beragam yang dihasilkan dari
sebuah proses sosial masyarakat yang ada di daerah ini dengan titik
berangkat pada proses Islamisasi yang dilakukan oleh Demak sebagai syarat berdirinya Kesultanan Banjar. Banjar
sebelum berdirinya Kesultanan Islam Banjar belumlah bisa dikatakan
sebagai sebuah ksesatuan identitas suku atau agama, namun lebih tepat
merupakan identitas yang merujuk pada kawasan teritorial tertentu yang
menjadi tempat tinggal[23].
Suku Banjar yang semula terbentuk sebagai entitas politik
terbagi 3 grup (kelompok besar) berdasarkan teritorialnya dan unsur
pembentuk suku berdasarkan persfektif kultural dan genetis yang
menggambarkan percampuran penduduk pendatang dengan penduduk asli Dayak:
- Grup Banjar Pahuluan adalah campuran orang Melayu-Hindu dan orang Dayak Meratus (unsur Dayak Meratus/Bukit sebagai ciri kelompok)
- Grup Banjar Batang Banyu adalah campuran orang Pahuluan, orang Melayu-Hindu/Buddha, orang Keling-Gujarat, orang Dayak Maanyan, orang Dayak Lawangan, orang Dayak Bukit dan orang Jawa-Hindu Majapahit (unsur Dayak Maanyan sebagai ciri kelompok)
- Grup Banjar Kuala[24] adalah campuran orang Kuin, orang Batang Banyu, orang Dayak Ngaju (Berangas, Bakumpai)[25], orang Kampung Melayu[26], orang Kampung Bugis-Makassar[27], orang Kampung Jawa[28], orang Kampung Arab[29], dan sebagian orang Cina Parit yang masuk Islam (unsur Dayak Ngaju sebagai ciri kelompok). Proses amalgamasi masih berjalan hingga sekarang di dalam grup Banjar Kuala yang tinggal di kawasan Banjar Kuala - kawasan yang dalam perkembangannya menuju sebuah kota metropolitan yang menyatu (Banjar Bakula).
Dengan mengambil pendapat Idwar Saleh
tentang inti suku Banjar, maka percampuran suku Banjar dengan suku
Dayak Ngaju/suku serumpunnya (Kelompok Barito Barat) yang berada di
sebelah barat Banjarmasin (Kalimantan Tengah) dapat kita asumsikan sebagai kelompok Banjar Kuala juga. Di sebelah utara Kalimantan Selatan terjadi percampuran suku Banjar dengan suku Maanyan/suku serumpunnya (Kelompok Barito Timur) seperti Dusun, Lawangan dan suku Pasir di Kalimantan Timur yang juga berbahasa Lawangan, dapat kita asumsikan sebagai kelompok Banjar Batang Banyu. Percampuran suku Banjar di tenggara Kalimantan yang banyak terdapat suku Bukit kita asumsikan sebagai Banjar Pahuluan.
Berdasarkan sensus 1930, suku Banjar di Kalimantan Selatan terdapat
di Kota Banjarmasin (89,19%), Afdeeling Banjarmasin tidak termasuk Kota
Banjarmasin (94,05%), Afdeeling Hulu Sungai (93,75%), kota Kotabaru
(69,45%), Pulau Laut tidak termasuk kota Kotabaru (48,96%), seluruh Tanah Bumbu (56,74%).[30][19].. di Poskan Alexs
Tidak ada komentar:
Posting Komentar